Titik-titik air hujan berebut turun dari langit,
kejar-kejaran saling mendahului untuk sampai ketanah, dan akhirnya
menggenang, mengalir entah kemana. Tiba-tiba saja suasana jadi dingin,
tak ada kata yang keluar. Hanya suara telivisi yang tertinggal tak
ditonton. Saya masih saja sibuk dengan pensil dan kuas yang menari-nari
diatas kertas. Hari ini Saya tidak terlalu banyak memasukan nikotin dan
kafein kedalam tubuh, mengingat lambung kian hari kian memburuk. Maka
dengan berat harus Saya putuskan untuk mengurangi konsumsi racun
tersebut.
Sambil mengingat-ingat obrolan dengan
seorang Acul. Mulai dari hal remeh-temeh sampai permasalahan yang kami
anggap serius. Ada obrolan yang Saya anggap sebagai suatu permasalahan
yang remeh tapi sepertinya serius, tak lain tentang street art Tangerang. Kami berdua sepakat streetart Tangerang masih gitu-gitu saja, merayap jalan di tempat. Ga
berkembang, tak berbunga, masih kuncup seperti belum disunat.
Permasalahnnya masih saja berputar-putar pada lingkaran setan.
Gontok-gontokan antara satu pihak dengan lainnya, yang ingin menonjor
diantara benjolnya, bahkan ada yang perang dingin walaupun sering
berbagi api. Tak habis pikir apa sih yang kalian perebutkan? Ruang kah?
Nama besar kah? Atau apa? Saya rasa ruang di Tangerang terlalu luas
untuk kalian perebutkan, masih banyak tembok kosong yang bisa kalian
gunakan. Nama besar? Lalu pertanyaannya adalah, sebesar apa sih nama
kalian? Sudah berapa lama kalian bergumul di area street art?
Belum lagi slogan-slogan yang terdengar amatlah karon, tidak jelas apa
tujuannya, siapa sasarannya, entahlah, gatel aja pengen mengomentari.
Ada
beberapa slogan yang membuat Saya bertanya-tanya. Salah satunya Fight
Back! Apa yang kalian perangi? Sistem kah? Pemerintah? Aparat?
Korporasi? Atau apa? Siapa yang mau kalian lawan? Saya rasa tak ada yang
meragukan kalau kalian adalah salah satu crew yang bergerak lebih awal dalam street art
(Tangerang pada khususnya). Slogan itu jadi garing pemaknaannya kalau
disejajarkan dengan eksistensi kalian. Ada lagi slogan Come Back! (WTF!!
tiba-tiba timbul dua tanda tanya sebesar World Trade Center), kalian
emang dari mana, diiculik Alien? Kalian habis menghilang berapa lama,
puluhan tahun kah? Kalian hanya korban ikut-ikutan (that’s it!). Dan
yang terbaru dan membuat Saya makin mengerutkan kening sambil
menyeringai adalah Fuckin Artist! (Darth Vader maafkan hambaMu ini) hey,
kalian tuh artist, yang dalam bahasa Indonesia seniman, berasal dari
kata seni /art. Slogan itu kalian tujukan buat siapa? Diri kalian kah?
Atau seniman lain? Atau kalian tidak ingin disebut seniman, lalu kalian
apa? Coba pertanyakan lagi slogan-slogan kalian itu “Respect is not a
gift, its something you earn.”
Saya tidak peduli
dengan slogan kalian. Sungguh peduli setan Saya tidak peduli. Karena
itu statement kalian, dan ini opini Saya tentang statement kalian.
Karena imbas dari semua ini adalah kawan-kawan yang baru mulai
menyelupkan kuas dan membuka spray can nya di tembok Tangerang.
Apakah tak terbesit dalam otak kalian, bagaimana membuat sesuatu yang
berguna bagi keberlangsungan forum (fisik bukan maya) ini. Entah itu
berupa acara (bukan hanya gambar bersama) atau sesuatu yg lebih berguna
seperti ruang alternatif – selain Rumah Belajar Keluarga Anaklangit
tentunya. Apakah kalian akan terus bergantung pada itu? Mungkin pintu
Anaklangit akan selalu terbuka lebar untuk kita, Bang Edi akan selalu
menyediakan kopi dan berbagi Dji Sam Soe nya, tapi coba
dipikir lagi, apakah tidak lebih keren kalau kita punya ruang sendiri?
Gantian kita yang menyuguhkan kopi dengan sedikit cemilan buat Bang Edi
atau Ka Mi’ing ketika mampir? Menjadikan ruang itu sebagai tempat
berkegiatan di luar gambar bersama, bisa saja sebagai tempat diskusi,
menjadikannya ruang pamer ataupun pendistribusian barang-barang
streetart. Lebih organik, lebih komunal. Satu tahun sudah lewat, dan
bekasnya masih sangat pekat, disaat kota lain berlari kencang kita masih
saja mangkreng di Firstart.
Sulistyo Danang, April 2012
No comments:
Post a Comment