Tuesday, May 1, 2012

Refleksi di balik hujan

Titik-titik air hujan berebut turun dari langit, kejar-kejaran saling mendahului untuk sampai ketanah, dan akhirnya menggenang, mengalir entah kemana. Tiba-tiba saja suasana jadi dingin, tak ada kata yang keluar. Hanya suara telivisi yang tertinggal tak ditonton. Saya masih saja sibuk dengan pensil dan kuas yang menari-nari diatas kertas. Hari ini Saya tidak terlalu banyak memasukan nikotin dan kafein kedalam tubuh, mengingat lambung kian hari kian memburuk. Maka dengan berat harus Saya putuskan untuk mengurangi konsumsi racun tersebut.
Sambil mengingat-ingat obrolan dengan seorang Acul. Mulai dari hal remeh-temeh sampai permasalahan yang kami anggap serius. Ada obrolan yang Saya anggap sebagai suatu permasalahan yang remeh tapi sepertinya serius, tak lain tentang street art Tangerang. Kami berdua sepakat streetart Tangerang masih gitu-gitu saja, merayap jalan di tempat. Ga berkembang, tak berbunga, masih kuncup seperti belum disunat. Permasalahnnya masih saja berputar-putar pada lingkaran setan. Gontok-gontokan antara satu pihak dengan lainnya, yang ingin menonjor diantara benjolnya, bahkan ada yang perang dingin walaupun sering berbagi api. Tak habis pikir apa sih yang kalian perebutkan? Ruang kah? Nama besar kah? Atau apa? Saya rasa ruang di Tangerang terlalu luas untuk kalian perebutkan, masih banyak tembok kosong yang bisa kalian gunakan. Nama besar? Lalu pertanyaannya adalah, sebesar apa sih nama kalian? Sudah berapa lama kalian bergumul di area street art? Belum lagi slogan-slogan yang terdengar amatlah karon, tidak jelas apa tujuannya, siapa sasarannya, entahlah, gatel aja pengen mengomentari.
 Ada beberapa slogan yang membuat Saya bertanya-tanya. Salah satunya Fight Back! Apa yang kalian perangi? Sistem kah? Pemerintah? Aparat? Korporasi? Atau apa? Siapa yang mau kalian lawan? Saya rasa tak ada yang meragukan kalau kalian adalah salah satu crew yang bergerak lebih awal dalam street art (Tangerang pada khususnya). Slogan itu jadi garing pemaknaannya kalau disejajarkan dengan eksistensi kalian. Ada lagi slogan Come Back! (WTF!! tiba-tiba timbul dua tanda tanya sebesar World Trade Center), kalian emang dari mana, diiculik Alien? Kalian habis menghilang berapa lama, puluhan tahun kah? Kalian hanya korban ikut-ikutan (that’s it!). Dan yang terbaru dan membuat Saya makin mengerutkan kening sambil menyeringai adalah Fuckin Artist! (Darth Vader maafkan hambaMu ini) hey, kalian tuh artist, yang dalam bahasa Indonesia seniman, berasal  dari kata seni /art. Slogan itu kalian tujukan buat siapa? Diri kalian kah? Atau seniman lain? Atau kalian tidak ingin disebut seniman, lalu kalian apa? Coba pertanyakan lagi slogan-slogan kalian itu “Respect is not a gift, its something you earn.”
Saya tidak peduli dengan slogan kalian. Sungguh peduli setan Saya tidak peduli. Karena itu statement kalian, dan ini opini Saya tentang statement kalian. Karena imbas dari semua ini adalah kawan-kawan yang baru mulai menyelupkan kuas dan membuka spray can nya di tembok Tangerang. Apakah tak terbesit dalam otak kalian, bagaimana membuat sesuatu yang berguna bagi keberlangsungan forum (fisik bukan maya) ini. Entah itu berupa acara (bukan hanya gambar bersama) atau sesuatu yg lebih berguna seperti ruang alternatif – selain Rumah Belajar Keluarga Anaklangit tentunya. Apakah kalian akan terus bergantung pada itu? Mungkin pintu Anaklangit akan selalu terbuka lebar untuk kita, Bang Edi akan selalu menyediakan kopi dan berbagi Dji Sam Soe nya,  tapi coba dipikir lagi, apakah tidak lebih keren kalau kita punya ruang sendiri? Gantian kita yang menyuguhkan kopi dengan sedikit cemilan buat Bang Edi atau Ka Mi’ing ketika mampir? Menjadikan ruang itu sebagai tempat berkegiatan di luar gambar bersama, bisa saja sebagai tempat diskusi, menjadikannya ruang pamer ataupun pendistribusian barang-barang streetart. Lebih organik, lebih komunal. Satu tahun sudah lewat, dan bekasnya masih sangat pekat, disaat kota lain berlari kencang kita masih saja mangkreng di Firstart.
Sulistyo Danang, April 2012

No comments: